Jelang MEA (Masyarakat Ekonomi Asean), Dunia usaha baik pengusaha "hulu" maupun hilir, formil informil, rumahan dan skala industri menanggapinya dengan respon beragam. Positif maupun negatif, ada yang ketakutan karena takut kalah saing dan tergerus oleh pesaing asing, ada juga yang menanggapinya sebagai peluang untuk melebarkan dan merentangkan sayapnya lebih luas lagi, pun juga disambut dengan baik sebagai peluang berkompetisi juga sarana pematangan dan evaluasi untuk bergerak dan beroperasi dengan lebih baik lagi.
Kami, sebagai pelaku industri kelas menengah pun ikut mengikuti dan mengkaji kemungkinan-kemungkinan yang menjadi peluang ataukah ancaman, anggap saja kajian S.W.O.T. Dan perhitungannya adalah merata, yang kita hadapi ini sama kuat. Ragu? Kurang yakin? Tak bolehlah kita kalah sebelum bertanding, optimisme harus kita pegang kuat.
Solusinya tidak rumit, kita hanya butuh dan harus berdisiplin dalam mengelola, sedari penyediaan bahan baku, persiapan produksi, produksi, finishing, marketing, dan selanjutnya maintenance, juga memperbaiki komunikasi bisnis, menjaga dan mengelolanya dengan "tersistem tanpa disistemkan" dengan kata lain disiplin mengelola beserta urutannya dijadikan "habbit" atau kebiasaan. Lalu, kita harus saling sokong membesarkan sesama pengusaha lokal, besarkan brand-brand lokal, bila tidak begitu maka bersiaplah stagnasi massal dalam industri lokal bisa jadi tak terhindarkan. Kuncinya ada pada kebijakan dan kebijaksanaan antar KITA sendiri.
Yakin, Optimis, Konsisten, Disiplin dan Kooperatif. Gencarkan Nasionalisme Industri di tengah Internasionalisme. Konsumen boleh beragam, tapi lingkar internal harus tetap antar-kita. Mungkin belajar teknik Machiavelli untuk menghadapi ini boleh juga ^^.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar